Sunday, December 13, 2009

2012 (2009)

Genre : Drama – Science Fiction

Directed by : Roland Emmerich

Produced by : Harald Kloser, Mark Gordon, Larry Franco

Starring : John Cusack, Amanda Peet, Thandie Newton, Woody Harrelson, Danny Glover, Oliver Platt

Written by : Roland Emmerich, Harald Kloser

Music by : Harald Kloser, Thomas Wander, James Seymour Brett

Cinematography : Dean Semler

Edited by : David Brenner, Peter S. Elliot

Running time : 158 minutes

Budget : US$ 200 millions

Distributed by : COLUMBIA PICTURES

Ini salah satu film yang saya antisipasi tahun 2009. Setelah sukses dengan Independence Day, duet Roland Emmerich dan Dean Devlin kian berkibar di Hollywood. Sebelum ini mereka cukup sukses mengarahkan Jean Claude Van-Damme dalam film Universal Soldier (1992). Lalu diperkuat lagi oleh Stargate (1994) dan puncaknya memang ID-4 yang menurut Spielberg pun sebuah film Alien yang sulit “ditandingi”. Mengantongi US$ 817 juta dengan bujet hanya US$ 75 juta pada tahun 1996. Lalu kemudian setelah Godzilla (1998) yang kurang sukses (menurut banyak orang), kalo saya sih mengagumi film mereka yang bercerita tentang monster raksasa yang “disadur” dari monster asal Jepang ini. Bahkan masih sedikit film masa kini yang bisa menandingi kecanggihan teknologi Godzilla. Kemudian The Patriot (2000) yang dibintangi oleh Mel Gibson. Berbeda dari pakem mereka yang cenderung mengambil genre science fiction, The Patriot bisa dibilang film drama kolosal. Namun entah kenapa ketika The Day After Tomorrow (2004) Emmerich tidak berduet lagi dengan Devlin. Tapi ternyata The Day After Tomorrow (TDAT) mengeruk sukses. Maka Emmerich menjadi lebih konfiden dalam membuat 10.000 BC (2008) dan kini setelah beberapa kali mengalami pengunduran rilis. Maka tepat tanggal 13 November 2009, 2012 muncul di bioskop Indonesia.

Emmerich yang diberi gelar sebagai master of disaster, dengan instingnya yang luar biasa segera membuat cerita yang diadaptasi dari perhitungan kalender suku Maya. Mengenai kalender suku Maya, Emmerich hanya mengambil kulit luarnya saja. Hanya sebatas itu. Jika anda ingin mengetahui banyak tentang hal tersebut lewat film ini, lupakan saja niat anda.

Film mengambil waktu yang terentang cukup panjang dari kebanyakan film Emmerich, yaitu dari 2009, terus bergulir 2010, lalu tidak berlama-lama, 2011 dan tibalah 2012. Cukup lama, empat tahun.

Berbeda dengan film-film Emmerich sebelumnya. Emmerich tidak terlalu menggebu-gebu untuk segera menghancurkan kota. Kali ini, bagian awal dibuat naik turun dengan durasi yang cukup lama, dan pengenalan karakter-karakter sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menggoncangkan Los Angeles dengan gempa dahsyat. Jika anda mengikuti semua film Emmerich, maka tidak sulit untuk menemukan pengulangan adegan-adegan dari film sebelumnya atau bahkan film-film lain. Hanya jangan takut, Emmerich meramunya sehingga menjadi serupa tapi tak sama. Setelah sering menghancurkan di beberapa filmnya, jelas Emmerich sudah ahli dalam hal ini. (practice makes perfect, telah terbukti)



Sudah lama saya terkagum-kagum dengan trailer 2012. Saya sudah menyimpulkan bahwa ini akan menjadi film disaster paling dahsyat yang pernah ada. Dugaan saya sedikit keliru. Well, sebenarnya melenceng jauh. Yang sesuai dengan prediksi saya, hanyalah adegan gempa di Los Angeles yang memang sangat luar biasa. Saya jamin anda akan menahan napas selama adegan itu berlangsung. Terus terang, inilah adegan disaster paling menakjubkan yang pernah ada dalam sejarah Hollywood. Entah berapa lama waktu, usaha dan materi yang telah tercurah untuk adegan gempa ini. Saya sangat mengaguminya. Kerja yang sangat luar biasa dan hasilnya pun sangat-sangat tidak mengecewakan.



Sebenarnya 2012 memiliki banyak faktor untuk menjadi sebuah film yang lebih baik. Ada John Cusack, Thandie Newton, Oliver Platt dan Danny Glover. Suntikan dana yang besar. Banyaknya karakter layaknya sebuah film disaster sebenarnya sangat menarik untuk dikembangkan. I don’t know why, malah karakter Jackson Curtis yang diperankan oleh Cusack malah terlihat kurang menarik. Lebih menarik sosok Adrian yang dimainkan oleh Chiwetel Ejiofor. Sebenarnya dia lah tokoh sentral di film ini. Sedangkan Curtis hanyalah pemain dimana “pusat bencana” terjadi. Anda akan mengerti apabila sudah menontonnya. (ini hanya gurauan)
Satu lagi karakter yang menarik dalam film ini, Charlie Frost yaitu karakter yang dijiwai oleh Woody Harrelson. Menarik melihat Woody memainkan sosok esentrik yang dengan berani menyiarkan siaran radio rahasia yang mengatakan tentang kiamat dunia. Tapi sejujurnya tidak ada karakter yang benar-benar kuat dalam film ini. Bahkan “disaster-disaster”-nya pun kurang bertenaga kecuali sekali lagi gempa di Los Angeles yang sangat sensasional.




Sedikit berbeda dengan TDAT yang menurut saya adalah antiklimaks. Film ini tidak demikian. Masih banyak yang akan terjadi setelah anda pikir bahwa yang buruk sudah lewat. Hanya banyak yang berpikir bahwa paro akhir film kurang “nendang” dibandingkan paro awal. Tapi sekali lagi, menurut saya film ini tidak antiklimaks seperti TDAT. Diluar adegan gempa, sebenarnya saya lebih menikmati adegan-adegan disaster di TDAT. Hanya sekali lagi, jangan pejamkan mata anda dengan earthquake sequence dalam film ini. Sangat menakutkan. Selain dibandingkan dengan TDAT, mungkin sebagian orang akan membandingkannya dengan Knowing karya Alex Proyas yang dimainkan oleh Nicolas Cage. Kedua film ini memiliki tema yang hampir sama. Solar Flare. Dulu banyak yang bilang tidak menyukai Knowing tapi kini banyak juga yang lebih memuji Knowing daripada 2012. Secara pribadi, saya lebih suka ending Knowing dibandingkan ending 2012. Ini pendapat pribadi. Entah mana yang anda lebih suka. Tiap penonton mempunyai pendapat yang berbeda.

Selayaknya film disaster biasanya melibatkan sisi kemanusiaan. Bercampurnya sifat-sifat manusia dalam menghadapi bencana. Inilah yang sering dikedepankan dalam film bergenre serupa. Seperti dalam Armageddon, hubungan ayah dengan anak perempuannya. TDAT, hubungan ayah dengan putranya. Disini adalah banyak sekali hubungan orang tua dengan anaknya. Sayangnya tidak terlalu kuat digambarkan disini. Seakan-akan hanya berupa pajangan untuk mengisi kekosongan film yang berdurasi cukup lama. Penonton pun tidak diberi adegan-adegan yang membuat perasaan takut dalam menghadapi akhir dunia. Emmerich bisa dikatakan kurang sukses dalam mengaduk-aduk emosi penonton. Apalagi di bagian paro akhir film yang cenderung mengalir tanpa adanya percikan-percikan yang mengena di benak penonton. Ditambah humor-humor yang diselipkan terasa kering. Hanya satu kekocakan yang mungkin paling diingat penonton (saya tidak akan memberitahukan adegan yang mana). Adegan pidato sang presiden di ID-4 yang memorable tidak bisa dibandingkan dengan adegan pidatonya presiden Thomas Wilson (Danny Glover). Pidato beliau lewat begitu saja.




Sedikit yang saya tangkap dari film ini. Sindiran dan pandangan Emmerich. Misalnya ketika kapal perang Amerika sendiri yang menghantam White House ketika Tsunami melanda. Novel yang dikarang oleh Jackson Curtis “Farewell Atlantis” seakan-akan mengingatkan apakah Legenda Atlantis akan terjadi lagi pada bumi kita sekarang. Begitu juga pesawat Air Force One yang menghantam salah satu….(saya tidak akan menyebutkannya disini). Juga mungkin Emmerich ingin menjabarkan tentang takdir disini karena hebatnya Emmerich merangkai semua karakter dalam satu benang merah yang terlihat seperti keberuntungan.

Jadi dengan fenomenalnya 2012, setelah menontonnya, saya tidak menyarankan agar anda berdesak-desak, atau antri berjam-jam untuk film ini. Lebih baik tunggu antusias penonton menurun barulah anda menontonnya. Karena mungkin anda akan kecewa dengan ekspektasi anda akan film ini. Tapi jika memang anda sangat ingin melihat betapa luar biasa visual efek dari 2012, anda mungkin akan terhibur olehnya. Jadi jika anda memang berniat menontonnya, sangat disayangkan jika anda tidak menontonnya di bioskop karena dengan segala visual efek dan sound systemnya akan lebih mantap jika ditonton di layar lebar dengan sound system yang menggelegar.

Powered By Blogger