Sunday, April 19, 2009

KNOWING (2009)

Genre : science Fiction - thriller

Directed by : Alex Proyas

Produced by : Todd Black, Jason Blumenthal, Steve Tisch

Starring : Nicolas Cage, Rose Bryne, Lara Robinson, Chandler Canterbury

Written by : Ryne Douglas Pearson (story),

Alex Proyas, Stuart Hazeldine, Juliet Snowden, Stiles White, Ryne Douglas Pearson (screenplay)

Music by : Marco Beltrami

Cinematography : Simon Duggan

Edited by : Richard Learoyd

Running time : 120 minutes

Budget : US$ 50 millions

Rated : PG - 13 (for disaster sequences, disturbing images and brief language)

Distributed by : SUMMIT ENTERTAINMENT

Pada tahun 2002, ada sebuah film yang berjudul Signs, garapan M. Night Shyamalan. Ada percakapan menarik antara Mel Gibson sebagai Graham dengan Joaquin Phoenix sebagai Merril. Ketika UFO terlihat dimana-mana. Merril menanyakan pada Graham tentang pendapatnya. Graham menjawab, ada dua jenis manusia. Yang pertama adalah orang yang berpikir bahwa UFO itu adalah sebuah keajaiban. Graham menyebutnya mereka adalah miracle man. Mereka berpikir bahwa segala sesuatu ada maksudnya. Lalu jenis yang lain adalah manusia yang berpikir bahwa itu adalah sebuah kebetulan, suatu kejadian acak tanpa arti apapun. Dan manusia berusaha sendiri tanpa perlindungan siapapun. Mereka merasa they are alone, nobody will help them. They are on their own.
Which one are you?

Pertanyaan ini terlontar kembali saat menonton film ini. Film berkutat tentang takdir atau masa depan yang sudah tercatat atau mungkin masa depan bisa diubah. Cerita mengenai masa depan yang terpapar dalam sehelai kertas yang berisikan deretan angka-angka. Kertas yang terkubur dari tahun 1959, ternyata berisi tanggal bencana, jumlah korban dan beserta lokasinya. Seperti tragedi 9/11, kecelakaan pesawat dan lain-lain.

Saya suka karya Alex Proyas seperti Dark City dan I,Robot. Dan saya pun menyukai Knowing. Dibuat dengan tone yang kelam. Jika anda membayangkan film ini seperti Next, film Nicolas Cage dengan tema yang mirip, anda tidak salah berpikir demikian. Namun ternyata, film ini berbeda jauh bahkan saya bisa bilang film ini lebih baik. Dari adegan disaster yang mencekam (saya tidak pernah menonton trailernya), terkejut dengan adegan bencana yang disajikan, begitu dahsyat dan realistis. Ditambah pemikiran-pemikiran yang bertebaran sepanjang film yang membuat kita berpikir.

Cage bisa dibilang berhasil memerankan karakternya kali ini. Suami yang ditinggal istrinya, berdua dengan anak laki-lakinya, Caleb. Cage berperan sebagai John Koestler, seorang professor astrophysics yang mengajar di MIT. John cenderung mempercayai ilmu pengetahuan. Cage cukup terlihat pas dengan karakter yang dimainkan. Sebenarnya penampilan Cage dalam Next tidak buruk. Tapi jika dibandingkan disini, performa Cage lebih meyakinkan.

Lucinda, penulis deretan angka tersebut dimainkan oleh Lara Robinson, juga memainkan peran Abby. Lucinda berhasil membawa penonton di awal film ke dalam atmosfer horror (teringat dengan Samara dalam The Ring). Tapi ini bukan film horor, ini film science fiction. Misteri pun sudah dibuka sebelum akhir film. Namun solusi memang hanya tersedia di akhir film. Sejujurnya saya suka dengan endingnya yang cukup lain. Namun pada kenyataannya, penonton belum tentu suka dengan apa yang disajikan di akhir film.

Rose Bryne, yang bisa kita lihat dalam serial Damages berperan sebagai anak perempuan Lucinda yang bernama Diana. Penampilannya tidak dominan di sini, hanya membantu karakter John dalam mengungkapkan apa yang sudah ada. Diana hanya menjalani dan mengikuti takdirnya disini.

Mungkin agak sedikit membosankan di bagian depan. Namun begitu anda melihat adegan bencana yang begitu “tiba-tiba”, anda akan terbangun dari kebosanan. Walaupun sebenarnya adegan sudah menarik ketika John berhasil menyimpulkan deretan angka tersebut. Patut diakui screenplay yang ditulis beramai-ramai ini, menarik dari ide ceritanya yang memang cenderung termasuk yang disukai penonton. Tapi tidak banyak adegan yang menghadirkan special effect mungkin mengecoh penonton yang mengira ini adalah film disaster seperti Armageddon dan sejenisnya. Adegan demi adegan berlangsung lambat. Di awal ,memang film ini tentang bencana tapi menjelang akhir, film berubah haluan menjadi science fiction dengan balutan religius. Film sedikit kehabisan bahan bakar dengan mengulur waktu dengan adegan-adegan yang sebenarnya hanya membuat jengkel penonton (adegan bodoh). Jangan lupa rasakan “kepanasan” yang menerpa anda pada bagian penghujung film. Membuat film seakan-akan lebih lamban daripada yang terlihat pada layar. Namun demikian, yang saya tangkap, Proyas tidak membuat akhir film menjadi klimaks dengan adegan aksi yang mengguncang penonton tapi membiarkan imajinasi penonton lebih merasakan apa yang terjadi dengan para karakter. Makanya sekali lagi, saya tekankan, ending film ini akan meninggalkan kesan yang berbeda-beda bagi para penonton, (kembali lagi ke pertanyaan awal, which one are you?)
Powered By Blogger