Directed by : Gus Van Sant
Produced by : Dan Jinks, Bruce Cohen
Starring : Sean Penn, Emile Hirsch, Josh Brolin, Diego Luna, James Franco
Written by : Dustin Lance Black
Music by : Danny Elfman
Cinematography : Harris Savide
Edited by : Elliot Graham
Running time : 128 minutes
Budget : US$ 15 millions
Rated : R (for language, some sexual content and brief violence)
Distributed by : FOCUS FEATURE
Harvey Milk adalah seorang politikus Amerika pertama yang mengaku dirinya gay. Milk adalah anggota dari San Fransisco Board of Supervisors, sebelum dirinya ditembak oleh Dan White, mantan teman sejawatnya pada tahun 1978. Sebelum dibesut oleh Gus Van Sant, pernah ada film dokumenter tentang Harvey Milk yang berjudul The Times of Harvey Milk. Film dokumenter ini berhasil memenangkan Oscar tahun 1984.
Harvey Milk adalah seorang politikus Amerika pertama yang mengaku dirinya gay. Milk adalah anggota dari San Fransisco Board of Supervisors, sebelum dirinya ditembak oleh Dan White, mantan teman sejawatnya pada tahun 1978. Sebelum dibesut oleh Gus Van Sant, pernah ada film dokumenter tentang Harvey Milk yang berjudul The Times of Harvey Milk. Film dokumenter ini berhasil memenangkan Oscar tahun 1984.
Film ini mengisahkan kehidupan Harvey Milk di umurnya ke-40 sampai dia menjadi Supervisors dan memperjuangkan penghapusan Proposition 6, yang melarang guru gay atau lesbian mengajar di sekolah.
Yang patut diberikan acungan jempol adalah akting Sean Penn sebagai Milk. Totalitasnya dalam memerankan tokoh ini. Dari bahasa tubuh, cahaya matanya terutama gerakan tangan yang selalu bergerak dipadu dengan suara dan aksen yang memberikan kesan Penn adalah perwujudan dari Milk.
Milk bukanlah seorang pahlawan, dia hanya seorang rakyat jelata. Milk bangkit ketika ada kaumnya yang tertindas. Itupun bukan dengan cara kekerasan. Milk memiliki cara sendiri untuk membela golongannya yang minoritas. Lewat
jalur politik. Dia pantang menyerah. Sudah tiga kali gagal terpilih, dia masih berusaha untuk berkampanye lagi dan akhirnya tercapailah posisi yang dia inginkan. Milk tidak mempunyai ambisi kekuasaan. Lihatlah cara dia berpidato, dengan nada suara yang kalem, tidak berapi-api bahkan ketika adu debat dengan salah seorang politikus, Milk selalu tersenyum tanpa memperlihatkan emosi marah ketika pihaknya diserang dan dihina. Hal ini disebabkan karena Milk membela hak kaumnya dengan hati nurani bukan dengan ambisi untuk menang. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai sebuah kebenaran dan pengakuan akan kaumnya. Itulah yang membuat tokoh Harvey Milk ini begitu menginspirasi. Bahkan ada yang mengatakan kalau orang hitam punya Martin Luther King Jr, maka kaum gay punya Harvey Milk. Dengan kerendahan hatinya, dia berhasil menoreh suatu keberhasilan untuk kaumnya. Dan hebatnya Penn berhasil memerankan tokoh ini begitu pas dan wajarlah bila dia memenangkan Oscar sebagai aktor terbaik untuk film ini.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa karakter Penn di I am Sam lebih menyentuh tapi disini Van Sant memang tidak ingin membuat anda terharu dengan perjalanan hidup Milk. Van Sant lebih memfokuskan pada kegigihan Milk untuk memperjuangkan persamaan hak dan Van Sant ingin menceritakan sekelumit kehidupan pribadi Milk (kisah cintanya). Karena ini bukan kisah yang mengharu biru, Van Sant tidak ingin anda menangisi apa yang terjadi dengan Milk. Tapi tanamkanlah pandangan hidup Milk yang begitu rendah hati dan apa adanya di dalam pikiran anda atau mungkin hati anda. Dan Van Sant tidak mengagungkan Milk sebagai seorang pahlawan. Dia membiarkan penonton sendiri yang menilai.
Walaupun Josh Brolin yang dinominasikan sebagai aktor pembantu terbaik Oscar 2009. Saya lebih terpikat pada permainan James Franco sebagai Scott Smith. Kekasih Milk yang menemani di awal kampanye tapi memilih mundur ketika
Milk menjadi sibuk dengan kampanyenya. Walaupun di akhir film, Milk sempat ingin kembali dengan Scott. Franco bermain apik sebagai sosok yang penuh kasih sayang, begitu lembutnya menatap Milk dan sebenarnya tetap memberi dukungan dari jauh. Penampilan yang sangat berbeda dari Franco. Penampilan sekilas dari Diego Luna sebagai kekasih Milk setelah Scott pun sempat menarik perhatian saya. Sebenarnya penampilan Josh yang berperan sebagai Dan White tidaklah jelek. Hanya saya tidak menangkap transformasi perubahan sikap Dan yang jelas terhadap Milk dalam film ini daripada hanya sekedar marah-marah terhadap Milk. Karena pada awalnya Dan sangat baik terhadap Milk bahkan mengundang Milk ke upacara pembaptisan puterinya. Padahal Dan White adalah tokoh kunci. Juga ada Emile Hirsch yang tampil berbeda. Bahkan saya tidak menyadari bahwa Cleve Jones itu diperankan oleh Hirsch. Dan satu lagi adalah penampilan Alison Pill yang tampil memikat sebagai manager kampanye Milk.

Gus Van Sant berhasil membuat sebuah film yang bagus dengan naskah pemenang Oscar yang ditulis oleh Dustin Lance Black. Dengan bantuan Harris Savide sang kameraman yang pernah ikut membuat Zodiac (filmnya David Fincher), yang bersetingkan San Fransisco pada tahun 70-an juga, Van Sant berhasil menangkap nuansa tahun 70-an dengan background gedung-gedung lama, mode pakaian dan bahkan cuplikan-cuplikan rekaman video dari jaman tersebut.
Ini bukanlah film gay. Walaupun terdapat beberapa adegan ciuman antar pria. ini film tentang persamaan hak. Ini juga bukan film politik, ini film tentang perjuangan seorang pria dalam menegakkan keadilan. Mungkin agak sedikit membosankan di awal tapi mulai menarik ketika Penn berhasil memenangkan hati para pendukungnya. Bahkan adegan akhir cukup mengharukan, meskipun mungkin banyak terdapat adegan sejenis ini di film-film lain tapi masih bisa membuat kita tersentuh (ditambah sedikit rekaman asli). Juga ada keheningan tersendiri dengan adegan dimana Penn sering merekam kata-katanya sendiri. Ditambah adegan penembakan yang cukup dramatis ditampilkan dengan slow motion. Well, mungkin film ini bukanlah film yang luar biasa tapi menonton kehidupan Harvey Milk mungkin bisa memberikan kita sesuatu hal yang positif.
Ini bukanlah film gay. Walaupun terdapat beberapa adegan ciuman antar pria. ini film tentang persamaan hak. Ini juga bukan film politik, ini film tentang perjuangan seorang pria dalam menegakkan keadilan. Mungkin agak sedikit membosankan di awal tapi mulai menarik ketika Penn berhasil memenangkan hati para pendukungnya. Bahkan adegan akhir cukup mengharukan, meskipun mungkin banyak terdapat adegan sejenis ini di film-film lain tapi masih bisa membuat kita tersentuh (ditambah sedikit rekaman asli). Juga ada keheningan tersendiri dengan adegan dimana Penn sering merekam kata-katanya sendiri. Ditambah adegan penembakan yang cukup dramatis ditampilkan dengan slow motion. Well, mungkin film ini bukanlah film yang luar biasa tapi menonton kehidupan Harvey Milk mungkin bisa memberikan kita sesuatu hal yang positif.