Directed by : Harald Zwart
Produced by : Jerry Weintraub, Will Smith, Jada Pinkett Smith, James Lassiter, Ken Stovitz
Starring : Jaden Smith, Jackie Chan, Taraji P. Henson
Written by : Christopher Muphrey (screenplay), Robert Mark Kamen (story)
Music by : James Horner
Cinematography : Roger Pratt
Edited by : Kevin Stermer
Running time : 140 minutes
Budget : US$ 40 millions
Distributed by : COLUMBIA PICTURES

We love the 80’s atau sudah habis ide-ide segar di Hollywood. Dua film berturut-turut Karate Kid dan The A-Team adalah produk tahun 80-an. But definitely I love the 80’s or 90’s.
Jarang sekali gua temukan, penonton bertepuk tangan ketika menonton sebuah film. Hal ini gua alami waktu gua nonton film ini. Bagi yang sering menonton film Hollywood jelas mengetahui bahwa ending filmnya sering terjadi pada hampir seluruh film sejenis. Tapi entah kenapa para penonton tetap bertepuk tangan. Ada yang mengatakan Mr. Miyagi dan Daniel-san pasti sangat bangga. Hehe… Padahal banyak yang menyangsikan “kemampuan” dari film ini sebelumnya.
Film remake ini berhasil menciptakan nuansa baru bagi mereka yang tidak pernah mengenal Ralph Macchio. Sedangkan bagi yang sudah menonton versi lama (gua) pun berhasil dihipnotis. Dan hasilnya gua lebih suka versi Jaden Smith ini.
Tidak bisa dipungkiri Jaden adalah salah satu calon bintang masa depan. Dengan dukungan ayahnya, Will Smith (jadi produser di film ini), Jaden punya peluang besar untuk itu. Tapi jangan salah, bisa dibilang disini, Jaden berakting bagus. Namun dalam beberapa adegan gua seperti melihat Will versi kecil. Jaden berhasil memainkan karakter seorang yang lemah dan ketakutan dengan musuhnya. Satu pertanyaan kecil, kemana Luke teman pertamanya di China.
Tidak bisa dipungkiri Jaden adalah salah satu calon bintang masa depan. Dengan dukungan ayahnya, Will Smith (jadi produser di film ini), Jaden punya peluang besar untuk itu. Tapi jangan salah, bisa dibilang disini, Jaden berakting bagus. Namun dalam beberapa adegan gua seperti melihat Will versi kecil. Jaden berhasil memainkan karakter seorang yang lemah dan ketakutan dengan musuhnya. Satu pertanyaan kecil, kemana Luke teman pertamanya di China.

Versi 1984 kental dengan nuansa Jepang. Kini berganti ke China. Miyagi pun berganti menjadi Han. Seharusnya Karate pun berubah menjadi Kungfu. Tapi entah kenapa alasannya, judulnya tetap tidak berganti. Mudah-mudahan dengan alasan untuk penghormatan akan versi Pat Morita. Beruntunglah Jackie Chan tidak berperan sebagai badut disini. Karena jelas sekali, Hollywood tidak mengetahui talenta Chan seutuhnya. Chan bermain sangat baik disini, dalam arti inilah film terbaik Hollywoodnya menurut gua. Han tidak berkata-kata bijak bahkan dia sangat manusiawi sekali. Semoga lewat film ini, para sineas Hollywood terbuka matanya akan talenta Chan sebenarnya. Lihatlah kesatuan guru dan murid lewat permainan dua buah bambu. Salah satu adegan terbaik di film ini menurut gua.
Banyak persamaan dan sekaligus juga perbedaan antara kedua versi. Dibalik semua itu, bisa dibilang film ini berdiri sendiri sehingga gua bisa menikmati nonton film ini. Mungkin durasi terlalu panjang, agak terengah-engah di tengah tapi kembali ke track yang benar hingga akhir film. By the way, jangan berharap ada cuplikan blooper di akhir film layaknya film-film Chan yang lain.
Sang sutradara, Zwart berani mengambil sisi modern dari China seperti gedung Olimpiade baru perlahan-lahan, dia menyorot sisi oriental dari negeri China. Nice moves. Zwart pun berhasil mengeluarkan adegan-adegan yang emosional, memang tidak sepanjang film tapi jelas lebih banyak dari versi dulu. Dan hal itu sangat efektif.
Banyak persamaan dan sekaligus juga perbedaan antara kedua versi. Dibalik semua itu, bisa dibilang film ini berdiri sendiri sehingga gua bisa menikmati nonton film ini. Mungkin durasi terlalu panjang, agak terengah-engah di tengah tapi kembali ke track yang benar hingga akhir film. By the way, jangan berharap ada cuplikan blooper di akhir film layaknya film-film Chan yang lain.
Sang sutradara, Zwart berani mengambil sisi modern dari China seperti gedung Olimpiade baru perlahan-lahan, dia menyorot sisi oriental dari negeri China. Nice moves. Zwart pun berhasil mengeluarkan adegan-adegan yang emosional, memang tidak sepanjang film tapi jelas lebih banyak dari versi dulu. Dan hal itu sangat efektif.
Sebagai sang ibu, Taraji P. Henson yang cukup menarik perhatian gua di Curious Case of Benjamin Button, bermain baik hanya tidak berkembang, mungkin karena skenarionya membatasi ruang geraknya.
Mungkin film ini bisa dijadikan suatu patokan untuk membuat sebuah remake. Yang tidak menghilangkan aspek dari film lamanya tapi juga membuat nuansa baru yang membuat film ini seakan-akan sebuah film baru yang segar. Good job Zwart

Hanya ada sedikit yang mengganjal, jelas ini tentang kungfu namun kenapa judulnya Karate Kid. Mungkin ini tribute untuk film originalnya. Atau ini untuk tujuan komersil agar penonton film originalnya pun akan menonton film ini ditambah calon penonton baru, sehingga akan menambah pundi-pundi dolar lebih banyak lagi.